Sumber-sumber hukum internasional menurut Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional terdiri atas :
1.
Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang
mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara
yang bersengketa.
2. Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
4.
Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari
berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum.
Ad 1. Perjanjian Internasional
ialah
perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan
untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh
subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat
internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain :
traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam
(statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus
vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur
hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan
organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan
subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini.
Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian
internasional itu ke dalam beberapa golongan. Pada satu pihak terdapat
perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan
yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain
perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni
perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama
diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan
dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making
power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana
sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan
memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian
internasional terdapat beberapa penggolongan. Penggolongan yang pertama
ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni
perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya
perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik
Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan
multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi
Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain
yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber
hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law
making treaties. Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti
suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak
dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan
law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau
kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan.
Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak
bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang
melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut
serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka
bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena
yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai
semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut
bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making
treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan
antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan
kewajiban bagi para pesertanya.
Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum
kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan
kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya
tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk
dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum
perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai
suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri.
Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional
dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian
internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat
menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.
Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas
hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu
sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara
barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum
Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber
hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum
yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan.
Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai
sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah
tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara
karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan
erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai
badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya
sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum
ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi
perkembangan hukum internasional.
Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain
dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan
dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber
tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat
dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai
suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya
tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah
Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang
bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak
mungkin mempunyai keputusan yang mengikat. Walaupun keputusan pengadilan
tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan
internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court
of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court
of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration)
mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional. Mengenai
sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum
terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan
oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau
pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun
ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
Referensi : Pengantar Hukum Internasional Buku I-Bagian Umum
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. , LLM.
Penerbit : Putra A Bardin, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar